Ahli menemukan fakta bahwa penularan Covid-19 kini bisa tanpa gejala, bagaimana cara mengujinya?
Covid-19 memang sedang mewabah di hampir seluruh dunia, namun ternyata penulrannya bisa tanpa gejala, ini cara menguji dengan metode tes virus corona.
Penyebaran virus corona sangat cepat menjelajah seluruh dunia.
Namun hingga kini sudah ada ratusan negara yang terjangkit virus ini.
Termasuk Indonesia, yang jumlah pasien positifnya semakin bertambah.
Orang yang menderita covid-19 akan memiliki beberapa gejala.
Mulai dari demam, batuk hingga kesulitan bernapas.
Namun ada studi baru tentang cara penyebaran virus corona.
Salah satunya adalah orang yang tertular tak memiliki gejala umum yang awalnya dibicarakan.
Bagaimana jika penularan virus corona terjadi pada orang yang tak bergejala?
Covid-19 memang sedang mewabah di hampir seluruh dunia, namun ternyata penulrannya bisa tanpa gejala, ini cara menguji dengan metode tes virus corona.
Penyebaran virus corona sangat cepat menjelajah seluruh dunia.
Orang yang menderita covid-19 akan memiliki beberapa gejala.
Mulai dari demam, batuk hingga kesulitan bernapas.
![]() |
ILUSTRASI Batuk/virus corona: Cerita Pasien Virus Corona sebelum Akhirnya Sembuh: 'Batuk-batuk Seperti Mau Mati' (Freepik) |
Namun ada studi baru tentang cara penyebaran virus corona.
Salah satunya adalah orang yang tertular tak memiliki gejala umum yang awalnya dibicarakan.
Bagaimana jika penularan virus corona terjadi pada orang yang tak bergejala?
1. Orang Tanpa Gejala
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Senin (23/3/2020), terdapat setidaknya 82 kasus tanpa gejala ditemukan di sebuah klaster virus corona di Massachusetts.
Penularan tanpa gejala atau disebut asimptomatik dapat terjadi meski itu bukan faktor yang signifikan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar pada 1 Maret lalu.
Dilansir Medical News Today, Selasa (17/3/2020), peneliti dari AS, Perancis, China, dan Hong Kong secara khusus meneliti seberapa cepat SARS-CoV-2 menyebar.
Salah satunya membahas mengenai transmisi senyap atau silent transmission.
Transmisi senyap terjadi ketika seseorang yang tertular virus tidak menunjukkan gejala, tetapi menularkan virus ke orang lain.
Untuk menyelidiki ini, para peneliti mempelajari 450 laporan kasus dari 93 kota di China.
Mereka menemukan bukti paling meyakinkan hingga saat ini bahwa orang dapat menularkan virus sebelum gejala dimulai, sebuah skenario yang juga dikenal sebagai penularan presimptomatik atau asimptomatik.
Penelitian menunjukkan, hanya 1-3 persen yang disebut pembawa asimptomatik.
![]() |
Seorang perempuan menyentuh wajah dengan tangan saat stres |
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Senin (23/3/2020), terdapat setidaknya 82 kasus tanpa gejala ditemukan di sebuah klaster virus corona di Massachusetts.
Penularan tanpa gejala atau disebut asimptomatik dapat terjadi meski itu bukan faktor yang signifikan.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS Alex Azar pada 1 Maret lalu.
Dilansir Medical News Today, Selasa (17/3/2020), peneliti dari AS, Perancis, China, dan Hong Kong secara khusus meneliti seberapa cepat SARS-CoV-2 menyebar.
Salah satunya membahas mengenai transmisi senyap atau silent transmission.
Transmisi senyap terjadi ketika seseorang yang tertular virus tidak menunjukkan gejala, tetapi menularkan virus ke orang lain.
Untuk menyelidiki ini, para peneliti mempelajari 450 laporan kasus dari 93 kota di China.
Mereka menemukan bukti paling meyakinkan hingga saat ini bahwa orang dapat menularkan virus sebelum gejala dimulai, sebuah skenario yang juga dikenal sebagai penularan presimptomatik atau asimptomatik.
Penelitian menunjukkan, hanya 1-3 persen yang disebut pembawa asimptomatik.
2. Metode Tes Corona
Dilansir Health, Selasa (17/3/2020), metode pengujian corona secara umum yang ada saat ini dinilai tidak efektif oleh President ACCESS Health International William Haseltine.
Hal itu mengingat virus corona tak hanya disebarkan oleh orang bergejala.
Haseltine merekomendasikan sistem pengujian yang dikenal sebagai contact tracing atau pelacakan kontak. Metode pengujian virus corona itu sudah diterapkan saat ini di Korea Selatan dan Singapura.
Metode itu melibatkan pengujian setiap orang dengan gejala terlebih dahulu.
Namun, setelahnya berusaha menemukan dan menguji setiap orang yang berhubungan atau kontak dengan orang tersebut selama lebih dari dua minggu.
Menurut Haseltine, penting untuk menemukan mereka lebih awal sebelum mereka sakit.
Ini bukan tentang berapa banyak tes yang dilakukan di suatu daerah, lanjutnya, tetapi bagaimana tes itu digunakan.
Dilansir Health, Selasa (17/3/2020), metode pengujian corona secara umum yang ada saat ini dinilai tidak efektif oleh President ACCESS Health International William Haseltine.
Hal itu mengingat virus corona tak hanya disebarkan oleh orang bergejala.
Haseltine merekomendasikan sistem pengujian yang dikenal sebagai contact tracing atau pelacakan kontak. Metode pengujian virus corona itu sudah diterapkan saat ini di Korea Selatan dan Singapura.
Metode itu melibatkan pengujian setiap orang dengan gejala terlebih dahulu.
Namun, setelahnya berusaha menemukan dan menguji setiap orang yang berhubungan atau kontak dengan orang tersebut selama lebih dari dua minggu.
Menurut Haseltine, penting untuk menemukan mereka lebih awal sebelum mereka sakit.
Ini bukan tentang berapa banyak tes yang dilakukan di suatu daerah, lanjutnya, tetapi bagaimana tes itu digunakan.
3. Metode Deteksi Virus
Lebih jauh, Aryati menjelaskan, ada empat metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi virus.
Metode tersebut adalah melalui:
Akan tetapi metode ini sulit dilakukan karena biayanya mahal serta memerlukan tenaga terlatih.
Adapun metode PCR yang selama ini digunakan termasuk metode molekuler. Metode ini memiliki keakuratan di bawah metode kultur.
“Molekular itu deteksinya asam nukleat yaitu DNA atau RNA dari patogen tersebut. Nah itu yang dipakai untuk deteksi SARS-CoV2 selama ini,” lanjut dia.
Metode ketiga, antigen, memiliki keakuratan di bawah PCR. Akan tetapi metode ini belum ada reagennya di Indonesia.
Sementara, metode keempat, dengan kepercayaan terendah, adalah metode antibodi. Salah satu metode antibodi adalah rapid test.
“Tetapi memang antibodi itu mudah didapat, dikerjakan. Bisa dari sampel darah, darah utuh, bisa serum, bisa pula plasma,” ujar Aryati.
Lebih jauh, Aryati menjelaskan, ada empat metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi virus.
Metode tersebut adalah melalui:
- Kultur
- Molekuler
- Antigen
- Antibodi.
Akan tetapi metode ini sulit dilakukan karena biayanya mahal serta memerlukan tenaga terlatih.
Adapun metode PCR yang selama ini digunakan termasuk metode molekuler. Metode ini memiliki keakuratan di bawah metode kultur.
“Molekular itu deteksinya asam nukleat yaitu DNA atau RNA dari patogen tersebut. Nah itu yang dipakai untuk deteksi SARS-CoV2 selama ini,” lanjut dia.
Metode ketiga, antigen, memiliki keakuratan di bawah PCR. Akan tetapi metode ini belum ada reagennya di Indonesia.
Sementara, metode keempat, dengan kepercayaan terendah, adalah metode antibodi. Salah satu metode antibodi adalah rapid test.
“Tetapi memang antibodi itu mudah didapat, dikerjakan. Bisa dari sampel darah, darah utuh, bisa serum, bisa pula plasma,” ujar Aryati.
4. Cara Pengujian Rapid Test
Hampir seluruh tes yang dilakukan di Australia dimulai dengan sampel yang diambil dari hidung atau belakang tenggorokan atau keduanya menggunakan swab khusus.
Michael Harrison, ahli patologi dan CEO bisnis patolofi yang berbasis di Brisbane, Sullivan Nicolaides, mengatakan, perusahannya saat ini melakukan sekitar 1.500 tes per hari melalui laboratorium mereka.
"Hidung dan bagian belakang tenggorokan adalah dua situs tempat virus bereplikasi," kata Harrison.
Oleh karena itu, penyeka mengambil sel-sel di mana virus berada.
Tes swab digunakan untuk mencocokkan bahan genetik yang ditangkap pada swab dengan kode genetik Covid-19.
Staf medis yang mengambil sampel perlu menggunakan alat pelindung diri termasuk sarung tangan, masker, pakaian khusus, dan pelindung wajah.
Seorang dokter umum di Melbourne dan dosen perawatan primer di University of Melbourne Dr Chance Pistoll menjelaskan, sangat penting bagi tenaga medis memiliki peralatan pelindung yang cukup.
Ia mengatakan, siapa pun yang merasa berpotensi terinfeksi harus menelepon terlebih dahulu dan mengikuti sistem yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang untuk melindungi pasien, orang lain, dan staf medis.
Pistoll menegaskan, jika seseorang diuji untuk Covid-19, sangat penting melakukan isolasi diri hingga mendapatkan hasilnya.
"Anda harus berada dalam pengasingan sendiri sampai tahu hasilnya. Jika telah diuji, harus menganggap Anda memilikinya sampai tahu bahwa Anda tidak memilikinya," ujar dia.
Hampir seluruh tes yang dilakukan di Australia dimulai dengan sampel yang diambil dari hidung atau belakang tenggorokan atau keduanya menggunakan swab khusus.
Michael Harrison, ahli patologi dan CEO bisnis patolofi yang berbasis di Brisbane, Sullivan Nicolaides, mengatakan, perusahannya saat ini melakukan sekitar 1.500 tes per hari melalui laboratorium mereka.
Oleh karena itu, penyeka mengambil sel-sel di mana virus berada.
Tes swab digunakan untuk mencocokkan bahan genetik yang ditangkap pada swab dengan kode genetik Covid-19.
Staf medis yang mengambil sampel perlu menggunakan alat pelindung diri termasuk sarung tangan, masker, pakaian khusus, dan pelindung wajah.
Seorang dokter umum di Melbourne dan dosen perawatan primer di University of Melbourne Dr Chance Pistoll menjelaskan, sangat penting bagi tenaga medis memiliki peralatan pelindung yang cukup.
Ia mengatakan, siapa pun yang merasa berpotensi terinfeksi harus menelepon terlebih dahulu dan mengikuti sistem yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang untuk melindungi pasien, orang lain, dan staf medis.
Pistoll menegaskan, jika seseorang diuji untuk Covid-19, sangat penting melakukan isolasi diri hingga mendapatkan hasilnya.
"Anda harus berada dalam pengasingan sendiri sampai tahu hasilnya. Jika telah diuji, harus menganggap Anda memilikinya sampai tahu bahwa Anda tidak memilikinya," ujar dia.
5. Sampel Uji Covid-19
Setelah spesimen diambil dan disegel, selanjutnya dipindahkan ke laboratorium dan diuji dalam batch.
Teknik yang digunakan dikenal sebagai reaksi berantai polimerase atau PCR.
Sampel melalui proses yang sebagian besar otomatis mengekstraksi materi genetik sebelum ditempatkan ke dalam mesin PCR dalam batch.
Direktur Doherty Institute Prof Sharon Lewin menjelaskan, teknik PCR yang digunakan untuk Covid-19 juga digunakan pada pengujian lain seperti HIV, Hepatitis C, dan influenza.
"Cara untuk melakukan ini adalah menemukan bahan genetik virus. PCR memperkuat materi genetik sehingga dapat dengan mudah mendeteksinya," kata dia.
(TribunMataram.com/ Asytari Fauziah)
Setelah spesimen diambil dan disegel, selanjutnya dipindahkan ke laboratorium dan diuji dalam batch.
Teknik yang digunakan dikenal sebagai reaksi berantai polimerase atau PCR.
Sampel melalui proses yang sebagian besar otomatis mengekstraksi materi genetik sebelum ditempatkan ke dalam mesin PCR dalam batch.
Direktur Doherty Institute Prof Sharon Lewin menjelaskan, teknik PCR yang digunakan untuk Covid-19 juga digunakan pada pengujian lain seperti HIV, Hepatitis C, dan influenza.
"Cara untuk melakukan ini adalah menemukan bahan genetik virus. PCR memperkuat materi genetik sehingga dapat dengan mudah mendeteksinya," kata dia.
(TribunMataram.com/ Asytari Fauziah)
Posting Komentar